LINGKARAN KECIL DI TENGAH ISTIRAHAT
Di halaman sekolah yang dipenuhi paving block berwarna cokelat pucat, sekelompok siswi duduk melingkar dengan tenang. Seragam mereka—rok biru kotak-kotak dan jilbab putih—seakan menjadi warna yang paling cerah di tengah halaman yang lapang itu. Bel istirahat baru saja berbunyi, dan seperti sudah menjadi kebiasaan, mereka berkumpul di tempat yang sama, membentuk lingkaran kecil yang penuh cerita.
Di tengah lingkaran itu, makanan sederhana tersaji tanpa seremonial. Ada mie goreng rumahan dalam wadah hitam, rujak serut yang ditaruh di atas daun pisang, es teh yang mulai mencair, dan gelas-gelas kecil berisi minuman ringan. Tidak ada meja, tidak ada kursi—hanya lantai sekolah yang dingin, tawa yang hangat, dan canda yang mengisi udara.
Percakapan mereka ringan, mengalir begitu saja seperti sungai kecil yang tidak pernah kehabisan cerita. Ada yang bercerita tentang PR yang belum selesai, ada yang mengeluh tentang pelajaran tadi pagi, ada pula yang sekadar memamerkan makanan bekal yang katanya “paling enak sedunia.” Sesekali mereka tertawa bersamaan, suara mereka memantul lembut di antara bangunan sekolah.
Di antara mereka ada satu siswi yang duduk agak merapatkan kaki, memegang gelas minuman sambil sesekali tersenyum malu-malu. Ia tak banyak bicara, tapi kehadirannya terasa—teman-temannya selalu menyapa, selalu memastikan ia termasuk dalam tawa. Kebersamaan seperti itu membuatnya merasa diterima tanpa harus berusaha menjadi siapa-siapa.
Istirahat siang itu berlangsung singkat, namun penuh kehangatan. Sederhana, tapi justru di sanalah letak indahnya—momen kecil yang hanya berlangsung beberapa menit, namun meninggalkan jejak panjang dalam ingatan. Sebuah lingkaran kecil yang bukan hanya tempat mereka makan, tetapi ruang kecil tempat mereka bertukar energi, berbagi cerita, dan menguatkan satu sama lain.
Ketika bel masuk kembali berbunyi, mereka bangun pelan-pelan, mengemas sisa makanan, dan berjalan menuju kelas sambil masih melanjutkan gurauan yang tadi belum selesai. Lingkaran itu terpecah, namun kehangatannya tetap tertinggal di antara mereka.
Di tengah riuh kehidupan sekolah, momen kecil seperti itu menjadi pengingat bahwa kebahagiaan kadang sangat sederhana—cukup duduk bersama orang-orang yang membuat hati terasa ringan.
By:Ms.Amel



0 komentar:
Post a Comment